Miris. Adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan
negara indonesia. Bencana alam, kerusuhan, naiknya harga pangan, serta
pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah berita yang sering mewarnai layar
kaca dan menjadi tajuk utama di berbagai surat kabar. Negara sudah tidak lagi
melindungi rakyatnya. Dari sini, timbul pertanyaan tentang siapakah negara itu?
Mengapa ia yang harus melindungi rakyatnya.
Dalam Konvensi Montevideo 1933, disebutkan bahwa syarat
didirikannya suatu negara harus memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur yang
dimaksud dalam konvensi tersebut adalah rakyat, wilayah yang permanen, penguasa
yang berdaulat, kesanggupan berhubungan dengan negara lain, serta pengakuan
(deklaratif) dari negara lain. Merujuk pada konvensi Montevideo, dalam syarat
pertama, konvensi tersebut menyebutkan Rakyat. Unsur esensial dari suatu negara
adalah rakyat. Tanpa adanya rakyat, tidak akan ada suatu negara yang berdaulat.
Dalam teori perjanjian masyarakat, yang disampaikan oleh Thomas Hobbes, JJ.
Rosseau, dan john Locke, terbentuknya negara adalah hasil dari perjanjian dari
orang-orang yang hidup bebas dan tidak terikat kepada apapun dan saling patuh
agar kepentingan bersama tetap dapat terakomodir. Perjanjian tersebut dibuat
juga untuk menghindari perbuatan saling menyerang antar manusia karena pada
hakikatnya manusia adalah srigala bagi manusia yang lain (Homo Homini Lupus). Dengan kata lain, suatu negara merupakan
penjelmaan dari rakyat yang bersatu dan berdaulat untuk memenuhi kepentingan
mereka tanpa mengesampingkan kepentingan lainnya. Dari kumpulan tersebut,
kemudian muncul suatu negara, yang merupakan kesatuan dari semuanya, rakyat,
pemerintahan, dan wilayah.
Kemudian timbul pertanyaan baru, bagaimana efektivitas negara
dalam melakukan perlindungan terhadap rakyatnya? Apakah dalam suatu negara,
rakyatnya dapat dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan sebagian rakyatnya lagi
dengan kata lain mengorbankan suatu pihak? Pertanyaan yang sama kemudian juga
akan muncul ketika rakyat tidak dapat memberikan sumbangsihnya kepada negara. Negara
tidak akan berdiri tanpa adanya suatu kesatuan didalam rakyatnya. Hal ini tidak
jauh berbeda dengan pertanyaan “siapakah yang ada pertama kali, telur atau
ayam?”.
Dalam kasus perlindungan terhadap rakyatnya, negara juga
masih sering mengesampingkan suatu kaum. Contohnya adalah kaum buruh atau kaum
pekerja. Mengesampingkan hingga membuatnya minor padahal kaum tersebut adalah
mayor, merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh negara khususnya terhadap
kaum buruh.
Buruh sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Perlindungan
terhadap buruh juga masih sering dikesampingkan. Jaminan sosial dan tenaga
kerja dinilai kurang dapat membantu kesejahteraan buruh dan kaum pekerja. Masalah-masalah
klasik masih dihadapi oleh kaum pekerja, seperti penunggakan pembayaran upah,
jaminan kesehatan yang kurang, serta fasilitas pekerjaan yang kurang. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa undang undang ketenagakerjaan Indonesia, Undang Undang nomor
13 tahun 2003 merupakan undang-undang yang tidak memiliki naskah akademik. Penulisan
naskah akademik memang tidak memepengaruhi terhadap isi dari suatu undang-undang,
namun naskah akademik suatu undang-undang merupakan sebuah pertanggungjawaban
dan landasan teoritis dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata
lain, pembuatan undang-undang ketenagakerjaan sudah tidak memperhatikan tentang
pertanggungjawaban terhadap isi dari peraturan perundang-undangan tersebut.
Sistem kerja kontrak juga merupakan salah satu polemik yang
dihadapi kaum pekerja. Sistem kerja kontrak ini sering disebut juga sistem
Outsourching. Terhadap sistem kerja outsourching masih terdapat berbagai
permasalahan sehingga menyebabkan tidak seimbangnya penghasilan dan tenaga yang
dikeluarkan oleh buruh. Misalnya saja panundaan pembayaran upah yang merupakan
salah satu masalah utama yang terjadi dalam sistem kerja outsourching. Penundaan
pembayaran kerja yang berlarut-larut kemudian akan menjadikan buruh sebagai
mesin produksi saja tanpa memanusiakannya. Oleh karena itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011
pada tanggal 17 Januari 2012,mengenai permohonan pengujian
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terkait dengan
PKWT dan outsourcing (pasal 59, 64, 65 dan 66), sistem kerja outsourching
dinilai sudah melanggar konstitusi. Namun, penerbitan putusan tersebut tidak
akan berjalan jika tidak ada tindakan yang dilakukan terhadap sistem
outsourcing yang masih berjalan di beberapa perusahaan.
Negara juga wajib melindungi hak buruh karena buruh
merupakan salah satu unsur dari rakyat dan rakyat merupakan unsur yang mutlak
datri suatu negara. Perlindungan hak dapat dilakukan dengan membuat peraturan
perundang-undangan yang serasi dari sudut pandang buruh dan pengusaha. Tanpa adanya
perlindungan terhadap buruh, negara telah dianggap telah melakukan pelanggaran
terhadap konstitusi. Dengan kata lain, perlindungan terhadap rakyat haruslah
dilakukan oleh negara jika negara juga ingin merasa dilindungi oleh rakyatnya. Pembangunan
tidak akan berjalan lancar ketika tidak ada pihak yang berhati besar.
Buruh bersatu tak bisa dikalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar